KILAU LAMPUNG - Tidak terasa hanya sepekan lagi kita umat Islam akan memasuki bulan suci Ramadhan. Lalu, apa niat puasanya?
Berikut ini niat puasa Ramadhan bagi masyarakat yang belum mengetahui bacaannya.
Karena segala sesuatu itu dikerjakan tergantung niatnya, maka niat berpuasa Ramadhan itu kita lakukan.
Baca Juga: Sambut Ramadhan, Pemkab Lampung Barat Rakor Gabungan
Karena sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, niat menjadi rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadhan.
Niat adalah iktikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan. Kata kuncinya adalah adanya maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa.
Dikutip dari laman NU, bahwa Imam Syafi’I sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678). Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut.
Baca Juga: HUT ke-59 Lampung, SKPD Meriahkan Lomba Fashion Show
Talaffudh berguna dalam memantapkan iktikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal. Tentang hal ini, sering kita jumpai beragam versi bacaan niat puasa.
Perbedaan terutama ada pada bagian harakat kata رمضان; apakah ia dibaca ramadlâna atau ramadlâni. Sebagian masyarakat membaca lafal niat di malam hari seperti ini:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Baca Juga: Segera Datang, Inilah 7 Hikmah dan Manfaat Melaksanakan Ibadah Puasa Sunnah dan Ramadhan
Menurut kaidah ilmu nahwu, redaksi tersebut keliru. Jika memaksa memilih membaca ramadlâna (dengan harakat fathah), maka pilihan yang paling mungkin kalimat selanjutnya adalah hâdzihis sanata (sebagai dharaf zaman/keterangan waktu), bukan hâdzihis sanati. Ramadlâna dibaca fathah sebagai ‘alamat jar karena termasuk isim ghairu munsharif yang ditandai dengan tambahan alif dan nun sebagai illatnya.
Artinya, boleh membaca ramadlâna dengan syarat kalimat selanjutnya hâdzihis sanata. Namun, yang seperti ini jarang diungkapkan dalam kitab-kitab fiqih. Yang paling lazim adalah membacanya dengan harakat kasrah, ramadlâni, yakni dengan meng-idhafah-kan (menggabungkan) dengan kata sesudahnya.
Artikel Terkait
Viral, Seorang Anak Yatim Pedagang Kue Keliling Sedang Menangis Di Makam Ayahnya Karena Dagangannya Belum Laku
HUT ke 15 Partai Gerindra Sukses Gelar Jalan Sehat Bertabur Hadiah
Kapan Mulai Puasa Ramadhan Tahun Ini
Segera Datang, Inilah 7 Hikmah dan Manfaat Melaksanakan Ibadah Puasa Sunnah dan Ramadhan
HUT ke-59 Lampung, SKPD Meriahkan Lomba Fashion Show
Sambut Ramadhan, Pemkab Lampung Barat Rakor Gabungan